DUA SISI
(Drs. H. Ahmad Fanani, M.H.)
Balikpapan | 21 Oktober 2025
Dalam dunia pergaulan sering kita menemukan dua sisi yang berbeda. Dari satu sisi ada kebaikan dan sisi lain ada keburukan. Baik dan buruk merupakan dua hal yang sering muncul di masyarakat. Sebutan lain terhadap dua sisi tersebut adalah dua hal yang berlawanan. Seperti benar dan salah, taat dengan maksiat, iman dengan kafir, syukur dengan kufur dan sebagainya. Dua hal tersebut kepada manusia diberikan kesempatan untuk menentukan pilihan apakah memilih kebaikan atau memilih keburukan. Penentuan pilihan lebih didominasi oleh niat yang kemudian direalisasikan dalam prilaku nyata.
Apabila telah berhasil menentukan pilihan dan ternyata mampu berada dalam kondisi kebaikan, taat kepada Allah, bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, dan memiliki iman yang sempurna, sejatinya kondisi seperti itu dipertahankan dan jangan pernah berniat untuk keluar dari zona kebaikan tersebut. Sebaliknya apabila tidak berhasil menentukan pilihan terbaik serta terlanjur berada dalam keburukan, maka berniat dan berusahalah merubah kondisi untuk keluar dari zona keburukan, karena niat merubah kondisi buruk menjadi baik adalah langkah kebaikan.
Dalam kitab Al-Majalis As-Saniyyah tulisan Asy-Syekh Ahmad bin Syekh Al-Fasyani, menyebutkan suatu hikayat tentang adanya dua orang dalam kondisi dua sisi berbeda. Seorang yang sudah lama taat menjalankan perintah Allah berniat ingin keluar dari kondisi ketaatan serta ingin mencoba bermaksiat namun keburu ajal menjemput akhirnya mati dalam keadaan suul khatimah. Sisi lain seorang yang bergelimang dalam maksiat kepada Allah merasa bosan dengan kondisi maksiat dan benar-benar ingin keluar dari lembah maksiat menuju taat, niat untuk bertaubat sudah ada dan sungguh-sungguh akan merealisasikan taubatnya, namun keburu ajal menjemput dia pun meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Hikayat tersebut kurang lebih sebagai berikut :
Ada dua orang bersaudara, yang satu ‘Abid karena rajin beribadah dan yang satunya Fasik karena rajin berbuat maksiat. Si ‘abid berangan-angan ingin bertemu dan melihat langsung wujudnya Iblis. Suatu hari Iblis benar-benar menampakkan wujud asli kepadanya. Iblis berkata kepada ‘abid : “Sungguh sayang kau telah membuang waktumu selama empat puluh tahun dengan mengekang dirimu dan membuat lelah badanmu. Tapi tenang saja, umurmu masih tersisa seperti yang sudah terbuang itu, maka gunakan saja untuk kamu bersenang-senag dan bersuka ria mengikuti kesenangan nafsumu”.
Si ‘abid tertarik dan berkata dalam hatinya : “Saya akan turun menemui saudaraku di bawah rumah untuk menemaninya makan minum dan bersenang-senang selama 20 tahun mencari kepuasan, kemudian saya akan bertaubat dan kembali beribadah kepada Allah selama 20 tahun sisa umurku tersebut”. Maka dia pun turun dengan maksud merealisasikan niatnya.
Pada sisi yang berbeda, saudaranya yang Fasik baru saja sadar dari mabuknya. Dia mendapatkan dirinya dalam kondisi yang sangat buruk penuh lumpur dosa, dia telah mengencingi pakaiannya dan tubuhnya terkapar di atas tanah dalam kegelapan. Maka dia berkata di dalam hati : “Aku menghabiskan umurku dengan perbuatan maksiat, sedangkan saudaraku bersenang-sengan dengan perbuatan taatnya kepada Allah dan selalu bermunajat kepada-Nya. Maka kelak dia akan masuk ke dalam surga berkat taatnya kepada Tuhan, sedangkan aku akan masuk ke dalam neraka dengan sebab perbuatan maksiat yang telah aku kerjakan”. Kemudian dia bertekad untuk bertaubat dan berniat untuk melakukan kebaikan dengan beribadah kepada Allah. Dia kemudian naik menuju tempat saudaranya untuk mengerjakan ibadat bersamanya.
Si fasik naik dengan niat untuk berbadah sedangkan si ‘abid turun dengan niat maksiat. Ketika sedang turun itu, si ‘abid tergelincir sehingga terjatuh menimpa saudaranya yang sedang naik. Karena ajal sudah tiba keduanya meninggal dunia. Si ‘abid kelak pada hari kiamat dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan maksiat, sedangkan si fasik dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan perbuatan taat. Demikian ceritanya, pengarang kitab kemudian dalam komentarnya menghimbau agar hendaknya setiap orang senantiasa berniat yang baik-baik saja.
Cerita di atas menggambarkan adanya dua sosok manusia yang berbeda keadaan, satu sisi keadaan baik dan satu sisi lagi keadaan buruk. Keduanya sedang dalam pertarungan batin untuk keluar dari kondisi yang berlawanan. Kondisi baik ingin berubah menuju kondisi buruk dan sebaliknya kondisi buruk ingin berubah menuju kondisi baik. Ajal tiba-tiba tanpa diketahui sebelumnya telah mengakhiri riwayat kehidupan mereka dengan membawa niat buruk dan niat baik.
Si ‘abid selama 40 tahun menjadi orang baik dan mungkin saja kebaikan selama itu akan terhapus dengan niat buruknya di penghujung kehidupan. Iblis laknatullah tidak henti-hentinya menjerumuskan manusia dengan caranya yang sangat licik. Tidak terkecuali seorang ahli ibadah, semakin gencar Iblis berusaha untuk menghentikan kegiatan ibadah seseorang. Kalau belum bisa menghentikan secara total dia berusaha menghentikan secara pelan. Mulai ajakan agar mengurangi kadar kuantitas ibadah sampai mengurangi kualitas pahalanya.
Iblis membisikan ke telinga orang beribadah, apa tujuan ibadah ini dalam dunia nyata? Orang beribadah mulai ragu dan was was mengenai ibadahnya ketika dihubungkan dengan dunia nyata. Timbul anggapan bahwa ibadah penghalang kemajuan dunia. Atas bisikan itu, mulailah mengurangi kadar ibadah dan lambat laun akan meninggalkan ibadah itu sendiri. Manakala ibadah ditinggalkan, hilanglah benteng pertahanan diri dan semakin mudah Iblis menjerumuskan. Pada gilirannya rela menjual agama dengan harga yang murah. Tidakkah merasa rugi ketika kalung kehormatan telah dipasangkan kemudian dilepaskan lagi, ketika susah payah memperjuangkan predikat kebaikan namun kemudian sudah meraih predikat itu lalu dicampakkan lagi.
Pada sisi lain, hidayah Allah bisa datang kepada siapa saja dan kapan saja. Menurut rasio manusia mustahil pemabuk berat bisa bertaubat, tidak mungkin penjudi kelas kakap bisa insap, tidak akan terjadi raja kafir menjadi beriman. Semua prediksi manusia adalah tidak mungkin. Namun jika dihubungkan dengan kehendak Allah maka tidak ada yang tidak mungkin. Bisa saja pemabuk berat akan bertaubat. Penjudi kelas kakap akan insap, raja kafir yang memusuhi Islam akan beriman dan orang yang berada dalam jurang kemaksiatan akan sadar dan kembali ke jalan kebenaran. Allah memberi petunjuk untuk melaksanakan kebaikan bagi orang yang Dia kehendaki.
Pesan moral dari tulisan ini, apabila sedang berada dalam kondisi kebaikan hendaklah mempertahankan kebaikan itu, yakinlah bahwa kebaikan itu akan mendatangkan keuntungan dan jangan pernah berpikir untuk bergeser dari kebaikan yang sudah diraih. Apabila sedang terlanjur dalam kemaksiatan berusahalah meninggalkan kemaksiaan itu, berniat untuk merubah kondisi menjadi lebih baik. Semoga Allah senantiasa menolong kita untuk tetap dan berada dalam kebaikan.
(AF07/09/2020)

